Rahasia Kakak Ku Yang Ternyata Seorang Lesbian

Streaming

Streaming

Streaming

Streaming

Streaming

Streaming

Cerita Nafsu Birahi - Namaku Edi. Aku mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Bandung. Saat ini aku kuliah semester II jurusan TI. Sejak awal kuliah, aku tinggal dirumah kakak ku. “Kak Heny” begitulah aku memanggilnya. Usianya terpaut 5 tahun denganku. Ia sebenarnya bukan kakak kandungku, namun bagiku ia adalah kakak dalam arti yang sebenarnya. Ia begitu telaten dan memperhatikan aku. Apalagi kini kami jauh dari orang tua.

Rumah yang kami tempati, baru satu tahun dibeli kak Heny. Tidak terlalu besar memang, tapi lebih dari cukup untuk kami tinggali berdua. Setidaknya lebih baik dari pada kost-kostan. Kak Heny saat ini bekerja disalah satu KanCab bank swasta nasional. Meskipun usianya baru 28 tahun, tapi kalau sudah mengenakan seragam kantornya, ia kelihatan dewasa sekali. Berwibawa dan tangguh. Matanya jernih dan terang, sehingga menonjolkan kecantikan alami yang dimilikinya.
Dua bulan pertama aku tinggal dirumah kak Heny, semuanya berjalan normal. Aku dan kak Heny saling menyayangi sebagaimana adik dan kakak. Pengahasilan yang lumayan besar memungkinkan ia menangung segala keperluan kuliah ku. Memang sejak masuk kuliah, praktis segala biaya ditanggung kak Heny.

Namun dari semua kekagumanku pada kak Heny, satu hal yang aku herankan. Sejauh ini aku tidak melihat kak Heny memiliki hubungan spesial dengan laki-laki. Kupikir kurang apa kakaku ini ? cantik, sehat, cerdas, berpenghasilan mapan, kurang apa lagi ? Seringkali aku menggodanya, tapi dengan cerdas ia selalu bisa mengelak. Ujung-ujungnya ia pasti akan bilang, “Gampang deh soal itu, yang penting karier dulu…!”, aku percaya saja dengan kata-katanya. Yang pasti, aku menghomati dan mengaguminya sekaligus.

Hingga pada suatu malam. Saat itu waktu menunjukan pukul 9.00, suasana rumah lengang dan sepi. Aku keluar dari kamarku dilantai atas, lalu turun untuk mengambil minuman dingin di kulkas. TV diruang tengah dimatikan, padahal biasanya kak Heny asyik nongkrongin Bioskop Trans kesayangannya. Karena khawatir pintu rumah belum dikunci, lalu aku memeriksa pintu depan, ternyata sudah dikunci. Sambil bertanya-tanya didalam hati, aku bermaksud kembali ke kamarku. Namun tiba-tiba terlintas dibenakku, “kok sesore ini kak Heny sudah tidur ?”, lalu setengah iseng perlahan aku mencoba mengintip kak Heny didalam kamar melalui lubang kunci. Agak kesulitan karena anak kunci menancap dilubang itu, namun dengan lubang kecil aku masih dapat melihat kedalam.

Dadaku berdegup kencang, dan lututku mendadak gemetar. Antara percaya dan tidak pada apa yang kulihat. Kak Heny menggeliat-geliat diatas spring bad. Tanpa busana sehelaipun !!!
Ya Ampun ! Ia menggeliat-geliat kesana kemari. Terkadang terlentang sambil mendekap bantal guling, sementara kedua kakinya membelit bantal guling itu. Kemudian posisinya berubah lagi, ia menindih bantal guling. Napasku memburu. Ada rasa takut, malu, dan entah apalagi namanya. Sekuat tenaga aku tahan perasaan yang bergemuruh didadaku. Kualihkan pandanganku dari lubang kunci sesaat, pikiranku sungguh kacau, tak tahu apa yang harus kuperbuat. Namun kemudian rasa penasaran mendorongku untuk kembali mengintip. Kulihat kak Heny masih menindih batal guling. Pinggulnya bergerak-gerak agak memutar, lalu kemudian dengan posisi agak merangkak ia menumpuk dan memiringkan bantal dan guling, lalu meraih langerie-nya. Ujung bantal itu ditutupinya dangan langerie. Kembali aku mengalihkan pandanganku dari lubang kunci itu. Ngapain lagi tuh ?!!, aku tertegun.

Entah kenapa, rasa takut dan jengah perlahan berganti dengan geletar-geletar tubuhku. Tanpa sadar ada yang memanas dan mengeras di balik training yang aku kenakan. Aku meremasnya perlahan. Ahhh…

Ketika kembali aku mengintip ke dalam kamar, kulihat Kak Heny mengarahkan selangkangannya pada ujung bantal itu, hingga posisinya benar-benar seolah menunggangi tumpukan bantal itu. Lalu tubuhnya terutama bagian pinggul bergoyang goyang dan bergerak-gerak lagi, setiap goyangan yang dilakukanya secara reflek membuat aku semakin cepat meremas batang kemaluanku sendiri. Entah berapa lama aku menyaksikan tingkah laku kak Heny didalam kamar. Nafasku memburu, apalagi manakala aku melihat gerakan kak Heny yang semakin cepat. Mungkin ia hendak mencapai orgasme, dan benar saja, beberapa saat kemudian tubuh kak Heny nampak berguncang beberapa saat, jemari kak Heny mencengkram seprai.

Aku tak tahan lagi. Bergegas aku menuju kamarku sendiri. Lalu kukunci pintu. Kumatikan lampu, lalu berbaring sambil memeluk bantal guling dengan nafas memburu. Pikiranku kacau. Bagaimanapun aku laki-laki normal. Aku merasakan gelombang birahi menyala dan semakin menyala didalam tubuhku. Dan makin lama makin membara. Ah… aku tak tahan lagi. Dengan tangan gemetar aku membuka seluruh pakaian yang kukenakan, lalu aku berguling-guling diatas spring bad sambil mendekap bantal guling. Aku merintih dan mendesah sendirian.

Diantara desahan dan rintihan aku menyebut-nyebut nama kak Heny. Aku membayangkan tengah berguling-guling sambil mendekap tubuh kak Heny yang putih mulus. Pikiranku benar-benar tidak waras. Aku membayangkan tubuh kak Heny aku gumuli dan kuremas remas. Sungguh aku tidak tahan, dengan sensasi dan imajinasiku sendiri, aku merintih dan merintih lalu mengerang perlahan seiring cairan nikmat yang muncrat membasahi bantal guling. (Besok harus mencuci sarung bantal…masa bodo…!!!!)…………….

Sejak kejadian malam itu, pandanganku terhadap kak Heny mengalami perubahan. Aku tidak saja memandangnya sebagai kakak, lebih dari itu, aku kini melihat kak Heny sebagai wanita cantik. Ya wanita cantik ! wanita cantik dan seksi tentunya. Ah…….! (maafkan aku kak Heny !)
Terkadang aku merasa berdosa manakala aku mencuri-curi pandang. Kini aku selalu memperhatikan bagian-bagian tubuh kak Heny.

Goblok ! mengapa baru sekarang aku menyadari kalau tubuh kak Heny sedemikian putih dan moligh. Pinggulnya, betisnya, dadanya yang dihiasi dua gundukan itu. Ah lehernya apalagi, mhhh rasanya ingin aku dipeluk dan membenamkan wajah dilehernya.
“Hei, kenapa melamun aja ? Ayo makan rotinya !“, kata kak Heny sambil menuangkan air putih mengisi gelas dihadapanya, lalu meneguknya perlahan. Air itu melewati bibir kak Heny, lalu bergerak ke kerongkonganya…. Ahhh kenapa aku jadi memperhatikan hal-hal detail seperti ini ?
“Siapa yang melamun, orang lagi …. ammmm mmm enak nih, selai apa kak ?”, aku mengalihkan perhatian ketika kedua bola mata kak Heny menatapku dengan pandangan aneh.
“Nanas ! itu kan selai kesukaanmu. awas abisin yah !”, kak Heny bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan membelakangiku menuju wastafel untuk mencuci tangan.
“OK, tenang aja !”, mulutku penuh roti, tapi pandangan mataku tak berkedip menyaksikan pinggul kak Heny yang dibungkus pakaian dinasnya. Alamak, betisnya sedemikian putih dan mulus…
“Kamu gak pergi kemana-mana kan ?“, kata kak Heny. Hari sabtu aku memang gak ada mata kuliah.
“Enggak…!”, kataku sesaat sebelum meneguk air minum.
“Periksa semua kunci rumah ya Ed kalo mau pergi. Kemarin di blok C11 ada yang kemalingan….!”.
“Mmhhh… iya, tenang aja…”, kataku sambil merapikan piring dan gelas bekas sarapan kami.

Beberapa saat kemudian suara mobil terdengar keluar garasi. Lalu suara derikan pintu garasi ditutup. Dan ketika aku keteras depan, Honda Jazz warna silver itu berlalu meninggalkan pekarangan.
Setelah memastikan kak Heny pergi, aku kemudian mulai mengamati atap dan jarak antar ruangan. Sejak kemarin aku telah memiliki suatu rencana. Aku mau memasang Mini Camera kekamar kak Heny, biar bisa online ke TV dikamarku, he he !.
Sebulan berlalu, otakku benar-benar telah rusak. Aku selalu menunggu saat-saat dimana kak Heny bermasturbasi. Dengan bebas aku melihat Live Show, lewat mini kamera yang telah kupasang dilangit-langit kamar Kak Heny. Aman ! sejauh ini kak Heny tak menyadari bahwa segala gerak-geriknya ada yang mengamati.

Benar rupanya hasil survai sebuah lembaga bahwa 60 % dari wanita lajang melakukan masturbasi. Kalau kuhitung bahkan ka Heny melakukanya seminggu dua kali. Pasti tidak terlewat ! malam rabu dan malam minggu. Kasihan kak Heny. Ia mestinya memang sudah berumah tangga. Tapi biarlah, kak Heny toh sudah dewasa, ia pasti tahu apa yang dilakukannya. Dan yang terpenting aku punya sesuatu untuk kunikmati. Kalau kak Heny melakukannya dikamarnya, pasti aku juga. Ahh…..
Seringkali ditengah kekacauan pikiranku, ingin rasanya aku bergegas kekamar kak Heny ketika kak Heny tengah menggeliat-geliat sendiri. Aku ingin membantunya. Sekaligus membantu diriku sendiri. Gak usah beneran, cukup saling bikin happy aja. Tapi aku gak berani. Apa kata dunia ?
Malam ini.

Aku tak sabar lagi menunggu, sudah hampir jam sembilan. Tapi kok gak ada tanda-tandanya. Kak Heny masih asyik nongkrongi TV diruang tengah. Aku kemudian bergegas keluar rumah bermaksud mengunci gerbang.
“Mau kemana Ed ?”,
“Kunci gerbang ah, udah malem !”, kataku sambil menggoyangkan anak kunci .
“Jangan dulu dikunci, temen kak Heny ada yang mau kesini !”,
“Mau kesini ? siapa kak ?”,
“Santi…yang dulu itu lho !”,
“Ohh…!”, aku mencoba mengingat. Sherly ? ah masa bodo… tapi kalo dia kesini, kalo dia nginep, berarti …? Yah…! hangus deh.
Aku bergegas kembali kedalam. Dan ketika aku menaiki tangga ke lantai atas, HP kak Heny berdering. Kudengar kak Heny berbicara, rupanya temennya si Sherly brengsek itu udah mau datang. Huh !

Aku hampir aja ketiduran. Atau mungkin memang ketiduran. Kulihat jam menunjukan pukul 10.30 malam, ya ampun aku memang ketiduran.
Cuci muka di wastafel, lalu aku ambil sisa kopi yang tadi sore kuseduh. Dingin tapi lumayan daripada gak ada. Lalu seteguk air putih. Lalu sebatang Class Mild. Dan, asap memenuhi ruang kamar. Kubuka jendela, membiarkan udara malam masuk kekamarku. Sepi. Temennya kak Heny udah pulang kali ?!.

Kunyalakan TV, tapi hampir seluruh chanel menyebalkan, Kuis, Lawakan, Ketoprak, Sinetron Mistery, fffpuih ! kuganti-ganti channel tapi emang semua chanell menyebalkan, lalu kutekan remote pada mode video…lho apa itu…?!
Ya ampun ! sungguh pemandangan yang menjijikan. Apa yang akan dilakukan kak Heny dan temannya itu. Aku geleng-geleng kepala, ada rasa marah, kesal. Aku tidak menyangka kalau kak Heny ternyata menyukai sesama jenis. Apa kata Mama. Ya ampuuuuun…!
Kumatikan TV. Aku termenung beberapa saat.
Aku ambil gelas kopi, satu tetes, kering. Ah air putih saja. Aku habiskan air digelas besar sampai tetes terakhir.

Tapi…., aku tekan lagi tombol power TV, Upps… masih On Line ! Aku melihat kak Heny dengan temannya berbaring miring berhadapan. Aku yakin mereka tanpa busana. Meskipun berselimut, bagian pundak mereka yang tak tertutup menunjukan kalau mereka tak berpakaian. Mereka saling menatap dan tersenyum. Tangan kiri kak Sherly mengelus-elus pundak kak Heny. Sementara kuperhatikan tangan kak Heny nampaknya mengelus-elus pinggang kak Sherly, tidak kelihatan memang tapi gerakan-gerakan dari balik selimut menunjukan hal itu. Lama sekali mereka saling pandang dan saling tersenyum. Mungkin mereka juga saling berbicara, tapi aku tak mendengarnya karena aku tidak memasang Mini Camera dengan Mic.
Perlahan kepala kak Sherly mendekat, tangannya menghilang kedalam selimut dan menelusuri punggung kak Heny. Aku Cemburu ! Mereka berciuman dengan penuh perasaan, perlahan saling mengulum dan melumat. fffpuih ! Ternyata benar-benar ada tugas pria yang dilakukan oleh wanita.
Untuk beberapa saat mereka berciuman dan saling meraba. Aku jadi menahan nafas. Mungkin aku juga ketularan tidak waras, rasanya ada satu gairah yang perlahan bangkit didalam tubuhku. Bahkan, aku mulai mendidih !



Sesaat kak Sherly nampak menelusuri leher kak Heny dengan bibir dan lidahnya, aku mengusap leherku sendiri. Entah kenapa aku merasa merinding nikmat. Apalagi melihat ekpresi kak Heny yang pasrah tengadah, sementara kak Sherly dengan lembut bolak-balik menjilat leher, dagu, pangkal telinga. Aku tak tahan melihat kak Heny diperlakukan seperti itu. Setelah mematikan lampu, aku kemudian beranjak ke atas spring Bad, mendekap bantal guling, sementara mataku tak lepas dari layar TV.

Situasi semakin seru, kak Heny kini yang beraksi, ia kelihatan agak terlalu terburu-buru. Dengan penuh nafsu ia menjilati dan menciumi leher kak Sherly yang kini terlentang ditindih kak Heny. Kepala kak Sherly mendongak-dongak, aku yakin ia tengah merasakan gelenyar-gelenyar nikmat dilehernya. Kemudian kak Heny berpindah menciumi dada kak Sherly, sekarang baru nampak jelas wajah kak Sherly. Ia ternyata cantik sekali, bahkan sedikit lebih cantik dari kak Heny. Ah aku terangsang. Tonjolan dibalik kain sarung yang kukenakan makin mengeras. Agak ngilu terganjal ujung bantal guling, sehingga perlu kuluruskan.

Kak Heny benar-benar beraksi, ia menciumi dan melahap payudara kak Sherly. Wajah kak Sherly mengernyit, dan mulutnya terbuka, apalagi ketika kak Heny mengemut putting susunya. Ia Menggeliat-geliat sementara kedua tangannya mendekap kepala kak Heny.

Bergantian kak Heny mengerjai kedua payudara kak Sherly. Kak Sherly menggeliat-geliat. Semakin liar, apalgi ketika kak Heny menyelinap ke dalam selimut. Tiba-tiba kepala Kak Heny muncul lagi dari balik selimut, tengadah mungkin ia tersenyum atau tengah mengatakan sesuatu, karena kulihat kak Sherly tersenyum, lalu sebuah kecupan mendarat dikening Kak Heny. Sesaat kemudian kak Heny menghilang lagi ke dalam selimut. Kak Sherly tampak membetulkan posisi badannya, selimutnya juga dirapihkan, aku tak dapat melihat apa yang tengah dilakukan kak Heny, tapi menurut perkiraanku kepala kak Heny tepat diantara selangkangan kak Sherly. Entah apa yang tengah dilakukannya. Namun yang terlihat, kak Sherly mendongak-dongak, kedua tanganya meremas-remas kepala kak Heny. Kepala kak Sherly bergerak kekanan dan kekiri. Tubuhnya juga menggelinjang kesana sini. Kondisi seperti itu berlalu cukup lama. Aku keringatan. Nafasku memburu. Tanpa sadar kubuka kaus yang kukenakan, lalu kulemparkan kain sarungku. Kemaluanku mengeras, menuntut diperlakukan sebagaimana mestinya. Ah… edan !

Tiba-tiba aku lihat kak Sherly mengejang beberapa kali. Pinggulnya mengangkat, kedua pahanya menjepit kepala kak Heny. Mengejang lagi, sementara kepalanya mendongak kekanan dan kiri. Ia terengah-engah, lalu sesaat kemudian terdiam. Matanya terpejam. Kemudian kak Heny muncul dari balik selimut, ia nampak mengelap mulutnya dengan selimut. Paha kak Sherly tersingkap karenanya. Kak Sherly kemudian meraih kedua bahu kak Heny, mendaratkan kecupan dikening, pipi kanan dan kiri kak Heny, lalu merangkul kak Heny ke dalam pelukannya. Beberapa saat mereka berpelukan. Aku yang menyaksikan kejadian itu hanya dapat menahan napas, sementara tangan kananku meremas-remas dan mengurut kemaluanku sendiri.

Dan, kemudian mereka nampak berbincang lagi, lalu kak Heny membaringkan badanya. Terlentang. Kak Sherly menarik selimut, lalu menyingkirkannya jauh-jauh. Kak Heny kelihatan protes, tapi protes kak Heny dibalas dengan lumatan bibir kak Sherly. Tubuh kak Sherly menindih tubuh kak Heny. Aku melihat, dengan mata kepalaku sendiri. Dua wanita cantik, dua tubuh indah dengan kulit putih mulus, tanpa busana, tanpa penutup apapun. Saling menyentuh.

Kak Sherly kini yang bertindak aktif, ia kini menjilati leher, pangkal leher, bahu, dada, payudara kanan dan kiri. Kak Heny nampak pasrah diperlakukan seperti itu. Kak Sherly nampak lebih terampil dari kak Heny, hampir setiap inci tubuh kak Heny dijilati dan dikecupnya. Bahkan kini ia menelusuri pangkal paha kak Heny dari arah perut dan terus bergerak ke awah. Kak Heny hendak bangun, kedua tanganya seolah menahan kepala kak Heny yang terus bergerak ke bawah, entah mungkin karena geli atau nikmat yang teramat sangat. Tapi tangan kak Sherly menahanya, akhirnya kak Heny menyerah. Dihempaskannya tubuhnya ke atas spring bad.

Kak Sherly kini menciumi paha, lutut, bahkan telapak kaki kak Heny. Tangan kanan kak Heny mengusap-usap kemaluannya, sementara jari-jari tangan kirinya dimasukan kedalam mulutnya sendiri. Ia mengeliat-geliat. Tubuh kak Sherly kemudian berubah lagi. Ia kini telah siap berada diantara paha kak Heny. Kak Sherly menarik bantal dan meletakannya, dibawah pinggul kak Heny, sehingga tubuh bagian bawah kak Heny makin terangkat. Kepala kak Heny terjepit persis diantara selangkangan kak Heny. Sebelah tangannya meremas-remas payudara kak Heny. Aku lihat tubuh kak Heny mengelinjang-gelinjang. Tak sadar aku turut merintih. Semakin kak Heny menggelinjang, nafasku semakin memburu. Tubuhku kini mendekap dan mengesek-gesek bantal guling, dan batang kemaluanku menggesek-gesek ujungnya. Nikmat, entah apa yang kini berada didalam pikiranku. Yang pasti aku turut larut dalam situasi antara kak Heny dan kak Sherly.
“Kak Henyii… kak Sherly……, ini Edi… asssshhh..ahh kak…aku juga..!”, aku merintih dan terus merintih.

Semakin lama kak Heny kulihat semakin liar, badannya bergerak-gerak, naik-turun searah pinggulnya. Kedua tangannya menangkup kepala kak Sherly. Semakin lama gerakan kak Heny semakin liar, lalu pessss, TV mendadak padam. Sialan ! lampu diluar juga padam. Gelap gulita. PLN sialan ! Brengsekkkkkk !!!
Aku terengah-engah, dalam kegelapan. Sudah kadung mendidih, aku teruskan aksiku meski tanpa sensasi visual. Aku merintih dan mendesah sendiri dalam kegelapan. Aku yakin disana kak Heny dan kak Sherly pun tengah merintih dan mendesah, juga dalam kegelapan…….
Dor ! Dor ! Dor !
“Edi… bangun, udah siang !“, suara ketukan atau entah gedoran pintu membangunkan aku. Rupanya sudah siang.
“Bangun…!”, suara kak Heny kembali terdengar.
“Iya..! udah bangun…”, teriakku. Lalu terdengar langkah kaki kak Heny menjauh dari pintu kamarku.

Ya ampun ! aku terkaget. Berantakan sekali tempat tidurku. Dan bantal guling…, bergegas aku buka sarungnya. Wah nembus !
Dengan terburu-buru kurapikan kamarku, jam menunjukan pukul 8 pagi. Kalau tidak khawatir mendengar kembali teriakan kak Heny yang menyuruh sarapan mungkin aku memilih untuk tidur lagi. Akhirnya aku keluar kamar, mengambil handuk, dan bergegas kekamar mandi.

Didekat ruang makan aku berpapasan dengan kak Heny yang membawa nasi goreng dari dapur. Namun bukan itu yang menarik perhatianku. Rambut lepek kak Heny yang belum kering benar jelas terlihat. Aku teringat kejadian tadi malam. “abis keramas nih yee !”, kataku dalam hati.
“Apa senyam-senyum gitu ?”, kak Heny menatapku heran.
“Enggak …! Siapa… lagi yang senyam-senyum. Mmm enak !”, kataku sambil menyuap sesendok nasi goreng hangat.
“Mandi dulu sana, dasar jorok !”, kata kak Heny sambil meletakan piring yang dipegangnya.
“Jorokan juga kak Heny, gituan dijilatin hiiii….”, kataku dalam hati, tapi kemudian bergegas mandi, eh keramas juga !
Segar sehabis mandi, hampir aku balik lagi ketika menyadari dimeja makan Kak Heny tengah sarapan ditemani kak Sherly.
“Ikutan Indonesian Idol dong Ed !, jangan cuma berani nyanyi dikamar mandi aja !”, itu kalimat yang pertama kudengar dari kak Sherly. Cantik. Bener- benar cantik. Sumpah ! tapi matanya itu ! aku merasakan keliaran dimatanya ketika menatapku yang hanya terbungkus handuk sepinggang.
“Eh, maaf kirain gak ada kak Sherly, maaf yah…permisi !”, kataku sambil berlalu.

Buru-buru aku ganti baju, menyisir rambut. Ah kenapa aku ingin nampak keren. Karena ada kak Sherly yang cantik kali ya ? Pandang dari kiri dan kanan. Sip ! Turun kembali ke lantai bawah, menikmati dua wajah cantik, dan sepiring nasi goreng bertabur SoGood Sozzis.
“Nih buruan, sarapan dulu !”, kak Heny yang kemudian menyuruhku sarapan, sementara mereka sendiri telah selesai. Aku lalu sarapan dengan diawasi oleh dua mahluk cantik yang tidak buru-buru beranjak dari meja makan. Mereka berbincang ngalor ngidul seputar dunia kerja. Sesekali aku menimpali meskipun mungkin enggak nyambung. “Dasar kuli, hari libur gini masih aja ngurusin kerjaan !”, aku membatin.
“Tumben dihabisin ?”, kata kak Heny melihat aku makan dengan lahap.
“Abis enak sih !”,
“Biasanya, dia tuh ! susah makannya, di masakin ini-itu…!”,
“Bohong kak ! jangan dengerin !”, kataku menimpali ucapan kak Heny
“Alah… emang biasanya gitu kok !”, kak Heny memotong ucapanku. Kak Sherly hanya tersenyum aja. Manis lagi senyumnya. Mmmuah ! ingin rasanya kusentuh bibirnya itu.
Seminggu berlalu, setiap hari rasanya aku menjadi tambah bejat. Pikiranku kotor terus. Terbayang kak Heny dan kak Sherly. Namun yang lebih sering menari-nari dalam khayalanku kemudian adalah sosok kak Heny. Mungkin karena ia yang tiap hari ketemu. Sehingga pikiran kotorku kemudian mengacu kepadanya. Aku merasa bersalah karena kemudian khayalanku semakin kacau. Aku begitu terobsesi dengan kak Heny. Setiap menjelang tidur, pikiranku melayang-layang membayangkan kak Heny. Aku ingin merasakan kehangatan tubuh mulusnya, mengecap setiap inci kulit halusnya. …ahhhhhh…..!!!

Rasanya semua hal yang berkaitan dengan kak Heny membuatku terangsang. Melihat pakaiannya yang lagi dijemur saja aku terangsang. Bahkan entah berapa kali ketika kak Heny tidak ada dirumah, aku mempergunakan benda-benda pribadi kak Heny menjadi objek fantasiku. Dan makin lama aku makin berani, hingga aku melakukan self service, di kamar kak Heny, ketika tidak ada kak Heny tentunya. Seperti siang itu, sebotol Hand Body Lotion milik kak Heny kugenggam erat. Aku terlentang diatas spring bad kak Heny. Isi lotion telah kukeluarkan sehingga melumuri kemaluanku yang mengacung. Kuurut perlahan, menikmati sensasi yang membuai, sambil sesekali aku menciumi celana dalam pink kak Heny. Aku benar-benar hanyut dan terbuai dalam kenikmatan. Sehingga aku tak begitu menghiraukan ketika ada suara-suara didepan rumah. Ah… kak Heny biasanya pulang jam 6.30, sekarang baru jam 2 siang…. Aman..Ach….shhhh…..
Aku terhanyut dan bergelenyar penuh kenikmatan hingga….
Jeckrek !!! kunci pintu depan dibuka dari luar, lalu pintu terbuka. Seseorang masuk. Ya ampun ! aku sungguh panik. Kak Heny Pulang !!!
Dengan gemetar dan penuh ketakutan aku mengenakan celana. Ya ampun, berantakan begini, dan… Hand Body Lotion tumpah… mati gue !

Tak dapat dicegah karena pintu kamar memang tak kukunci. Blak…pintu didorong dari luar…
“Edi…! Ngapain kamu ?”, mata kak Heny menatapku tajam.
“ng..mmm ini lagi !”, aku tak berkutik. Baju yang kugunakan mengelap ceceran Hand Body Lotion di seprai kugenggam erat. Wangi Hand Body Lotion tercium kemana-mana. Keringat dingin membasahi tubuhku yang hanya mengenakan training. Napasku tercekat manakala menyadari tatapan kak Heny ke atas tempat tidur, celana dalam ka Heny, langerie kak Heny, bantal guling, dan celana dalamku yang tak sempat kupakai atau kusembunyikan. Shittttt….sialan!
Kak Heny menghela nafas panjang dan berat, tatapannya sungguh menakutkan. Aku menggigil gemeteran. Kak Heny pastinya dapat menebak kelakuanku.
“Kok cepet pulangnya kak ?”, dengan susah payah aku bersuara. Tapi kak Heny tak memperdulikanku. Ia berlalu, langkah kakinya menjauhi kamar. Lalu terdengar dentingan gelas, dan pintu lemari es dibuka.
Bergegas aku membereskan segala yang berantakan, sekedarnya. Lalu buru-buru meninggalkan kamar kak Heny !
“Anjing…!, brengsek “, kataku sambil meninju dinding. “Bodoh, bodoh !”, aku mengutuk diriku sendiri. Aku malu sekali. Dengan penuh ketakutan aku bergegas ganti baju. Pikiranku kacau sekali. Aku dengan mengendap keluar rumah, motorku-pun kudorong keluar halaman. Lalu aku kabur…ketempat kost temanku.

Tiga hari aku aku tak pulang, temanku sampai terheran-heran dengan kelakuanku. Tapi aku simpan rapat-rapat masalah yang sebenarnya. Aku hanya bilang lagi berantem sama kakaku.
Tadinya aku kebingungan juga kelamaan tidak pulang, mau pulang juga rasanya bagaimana. Namun sebuah telpon dari kak Heny membuat semuanya lebih baik,
“Edi kamu kemana aja ? kamu dimana ?”, terdengar suara kak Heny di HP ku, datar. “mm ng… dirumah temen kak ?”, kataku sedikit bergetar.
“Pulang…nanti kalo mamah nanya gimana ?”, suara kak Heny masih terdengar datar. Tapi setidaknya hal itu membuatku sedikit lega. “Iya kak !”, lalu tak terdengar lagi suara kak Heny. Aku tertegun beberapa saat, namun kemudian aku memutuskan untuk pulang.

Tiba dirumah, tatapan kak Heny menyambutku. Aku tak berani menatap wajahnya. “kamu kemana aja ?”, suara kak Heny masih terdengar datar seperti ditelepon. “Mmm…dari rumah Wawan kak !”,
“Makan dulu…tuh kakak udah masak !”, terdengar suara kak Heny dari ruang tengah. “Iya kak !”, bergegas aku ke meja makan. Melahap makanan yang tersedia dimeja makan, emang gua laperrrr !
Besoknya, suasana masih terasa amat hambar. Kak Heny tak mengucap sepatah katapun. Ia membuang muka ketika berpapasan dengan aku yang bermaksud ke kamar mandi. Selesai mandi, ganti baju, kembali keruang makan. Aku dan kak Heny sarapan seperti biasanya, tapi rasanya suasana betul-betul mencekam. Kak Heny nampak buru-buru menyelesaikan sarapannya. Akupun bergegas menghabiskan sisa makananku.
“Kak, maafin Edi yah !”, kataku sambil meletakan gelas yang airnya habis kuteguk.
Kak Heny tak bersuara, tapi matanya menatapku, penuh keheranan dan tanda tanya, atau mungkin tatapan apa itu artinya. Entahlah.

Beberapa hari kemudian setelah situasi dirumah mulai terasa normal, malam itu kak Heny diruang tengah nonton TV atau mungkin membaca majalah. Entahlah atau bisa kedua-duanya, soalnya TV dinyalakan tapi ia asyik membaca majalah sambil telungkup dipermadani. Dagunya diganjal dengan bantal guling. Aku kemudian duduk disofa, tepat dibelakangnya. Rasanya badanku gemetar menyaksikan pandangan dihadapanku. Sittttt !!!! Pikiran gilaku melintas lagi. Pantat kak Heny yang hanya dilapisi selembar baju tidur tipis begitu indah terlihat.

 Garis celana dalam yang dikenakanya nampak menggurat. Betisnya itu, alamak. Aku tak tahan ingin mengecapnya dengan lidahku. Dan…
“Bikin minum dong, haus nih…!”, Kak Heny membalikan badannya, dan melihat kearahku yang tengah menikmati bagian belakang tubuhnya.
“Orange, atau susu ?”, tanpa sadar aku melirik kearah dadanya.
Kak Heny merasakan pandangan mataku, ia membetulkan leher bajunya.
“Susu deh ! tapi jangan penuh-penuh yah !”,
“Ok !”, lalu aku pergi ke ruang sebelah. Seperti kebiasaannya kalau bikin susu ia pasti hanya minta setengah gelas. “Takut gak abis”, katanya !
“Nih kak !”, kataku sambil meletakkan gelas susu disebelah kanan. Lalu aku bergerak kesebelah kiri kak Heny. Kak Heny segera mereguk minuman yang kusediakan untuknya itu. Aku sendiri meraih majalah yang tengah dibaca Kak Heny.
“Ih apaan nih, sini ! orang lagi dibaca juga !”, kak Heny berusaha meraih majalahnya kembali. Akhirnya kulepaskan. Aku mengambil remote TV. Sambil tengkurap disamping kak Heny, aku memindah-mindah chanel.
“Kebiasaan Edi mah, pindah-pindah terus, balikin TransTV !”, katanya sambil berusaha meraih remote. Akupun menyerah, kukembalikan channel ke TransTV.

Lalu aku memiringkan badan, sekarang aku menghadap kearah kak Heny. Menatapnya dalam-dalam. Ah… kakak ku sayang, engkau cantik sekali. Lalu aku mutup kedua mataku rapat-rapat.
“Kak mau tanya, boleh ?”, kataku sambil tetap memejamkan mata.
“Tanya apa sih !”, ia menjawab tanpa menoleh.
“ng…mmmm kenapa Edi akhir-akhir jadi aneh yah ?”,
“Maksudnya apa ?”,
“Tapi kak Heny jangan marah yah !”,
“Akhir-akhir ini, Edi sering error. Pikiranya yang begituuu.. aja. Gak siang gak malem, pusing deh !”,
“Mikirin apa sih ?”,
“Ah… kak Heny ini. Maksud Edi… mmm jangan marah yah. Rasanya Edi gampang terangsang deh !”, kubuka mataku, keterkejutan nampak diwajah kak Heny. Lalu ia menghela nafas panjang.
“Kebanyakan nonton film jelek kali. Tuh dikomputer hapus-hapusin gambar gambar jelek kayak gitu !”,
“Bisa juga sih…, kalau masturbasi bahaya enggak sih kak?”, aku kembali melontarkan pertanyaan yang mengagetkannya.
”Apaan sih gituan di tanya-tanyain ?!”, nampak kak Heny agak gusar menimpali pertanyaanku.
“Kalau kata temen Edi sih, mendingan masturbasi daripada main sama cewek nakal, bisa penyakitan !”,
Tak terdengar komentar. Waduh aku kehabisan kata-kata.
“Sebenarnya gara-gara kak Heny sih !”, dan aku menunggu. Benar saja, kak Heny bereaksi. Ia menatapku penuh tanya.
“Menurut sebuah survai, 60 % wanita lajang melakukan masturbasi, bener kan ?”, aku kembali melontarkan pukulan kata-kata.
“Kata siapa kamu ?”,
“Kata koran dannnnn… lubang kunci !”,
“Maksud Edi apa sih…? Kakak jadi pusing !”,
“Edi tahu rahasia kak Heny !”,
“Rahasia apa ?”,
“Kak Heny suka menggeliat-geliat ditempat tidur tanpa pakaian dan memeluk bantal guling !”, akhirnya. Mata Kak Heny membeliak kaget. Tatapan matanya menyiratkan rasa marah dan malu, tapi ia berusaha menutupinya.
“Kamu ngintip ?”,
“Gak sengaja sih…!”, kubenamkan mukaku dipermadani sambil menunggu efek selanjutnya.
“Tapi tenang aja. Rahasia kak Heny aman kok ditangan Edi. Dan rahasia Edi ada ditangan kak Heny.

Sama-sama aman ok ?!”, Kak Heny tak bersuara. Benar-benar terdiam. Ia malah membolak-balikan halaman majalah.
“Meskipun ada satu rahasia lagi !”, tampak wajah kak Heny kembali menegang. Pandanganya mengarah kepadaku, yang kini juga menatapnya.
“Kak Sherly… !”, kataku. Kak Heny benar-benar terhenyak. Ia bangkit hingga terduduk. Aku membalikan badan, terlentang disamping kak Heny.
“Tenang aja. Edi gak akan membocorkannya ke siapa-siapa kok !”,
“Edi tahu semuanya ?”, kata kak Heny tiba-tiba. Pandangan matanya kini memelas dan penuh ketakutan. Aku menganggukan kepala.
“Jangan bilang siapa-siapa, jangan bilang mamah. Please !”, kak Heny mengguncang bahuku.
“Tenang…pokoknya aman !”,

Kak Heny nampak gelisah. Aku tidak tega melihatnya. Kak Heny yang sangat baik padaku telah aku antarkan pada suatu kondisi serba salah dan menakutkan baginya. Tapi sudahlah.
Tiba-tiba terdengar dering telp, bergegas aku bangun dan mengangkat gagang telpon.
“Halloo..!”, terdengar suara perempuan diseberang sana.
“Hallo…!”, kataku
“Ini Edi yah ?, kak Heny ada ?”, suara itu terdengar lembut.
“ng.. ini siapa yah ?”, kataku sambil menduga-duga.
“Ini Sherly…kak Heny-nya ada ?”,
“Ada…sebentar ya kak !”, kataku.
“Kak… ini kak Sherly !”, kataku pada kak Heny. Kulihat tiba-tiba expresi kak Heny menegang. Namun tak urung ia mendekatiku, dan menerima gagang telepon yang kusodorkan.
“Haloo..”,
Aku bergegas pergi, tak ingin mengganggu “sepasang kekasih” yang telepon-an. Aku naik ke lantai atas, menuju kekamarku sendiri. Kukunci pintu kamar, mematikan lampu, dengan perasaan campur aduk.

Beberapa saat kemudian kudengar langkah kaki kak Heny di tangga menuju kearah kamarku. Lalu tiba-tiba aku mendengar ketukan dan suara kak Heny. Aku terdiam, menunggu. “Edi…!”, kembali terdengar ketukan. Kunyalakan lampu lalu membuka kunci pintu kamar.
Tanpa kupersilahkan kak Heny menyeruak masuk lalu duduk dipinggir tempat tidur. “Edi…”, kak Heny tiba-tiba memecahkan keheningan.
Aku yang hendak menyalakan rokok, menoleh.
Kulihat kak Heny menatapku dalam-dalam. Nampaknya ada sesuatu yang ingin diucapkanya. Tak jadi menyalakan rokok. Aku menarik kursi, dan membalikanya sehingga menghadap kearah kak

Heny. Lalu aku duduk dihadapan kak Heny. “Edi bisa pegang rahasia kan ?”, ia menatapku sungguh-sungguh. Ada ketakutan dimatanya.
“Masalah apa ?”,
“Sherly…!”,
“Oh…!”, aku mengangguk perlahan.
“Jangan sampai Mamah tahu !’,
Aku hanya menatapnya, lalu tersenyum hambar.
“Janji ?!”, kak Heny menatapku dalam-dalam.
“Janji !”, kataku sambl mengacungkan telunjuk dan jari tengahku.
“Edi boleh minta apa aja, pasti kakak turutin, syaratnya satu, gak boleh bocorin rahasia !”,
“Tenang…aman !’, kataku agak bergetar.
“Edi mau minta apa sama kaka?”, nampaknya kak Heny mencoba bernegosiasi, he he….
“ng…gak minta apa-apa deh…mmm…”, sungguh tak terpikir untuk minta sesuatu pada kak Heny, lagi pula aku sama sekali gak kepirkiran untuk membocorkan rahasianya. Namun tatapan liarku kearah dada ka Heny sungguh dinterpretasikan oleh kak Heny.
“Kakak tahu kok apa yang Edi inginkan, sini…!”, kak Heny menepuk spring bad, mungkin maksudnya menyuruhku duduk disampingnya. Aku ragu sesaat.
“Sini….!”, katanya mengulang.

Meskipun ragu aku kemudian beranjak, dan dengan bingung aku duduk disebelahnya. Darahku berdesir saat jemari lembut kak Heny mengusap punggung tanganku. Lalu ia meraih telapak tanganku. Jemari tanganku digenggamnya.
“Pasti Edi sekarang lagi error !”, tiba-tiba kak Heny berkata datar,
“Apaan sih kak ?”, kataku agak jengah.
“Pake pura-pura lagi !”, kak Heny mendorong tubuhku. Karena Kak Heny mengisyaratkan agar aku terlentang maka aku segera terlentang dengan kakiku menjuntai kelantai.
“Edi pengen ini kan ?”, jemari kak Heny merayapi pahaku. Aku terhenyak menahan nafas. Kemudian kak Heny tanpa ragu mulai meremas kemaluanku perlahan, ahh….., kedua lututku terangkat parlahan, lalu kuturunkan lagi.
“Kak…”, kataku lirih
“sst…kakak tahu apa yang Edi inginkan, tenang aja…”, kak Heny benar-benar meremas-remas kemaluanku. Geletar nikmat perlahan merayap, seiring makin mengerasnya batang kemaluanku. Kuraih bantal, kudekap hingga menutupi mukaku. Rasa jengah dan nikmat membaur menjadi satu.
“Pake malu-malu lagi !”, kak Heny memaksaku melepaskan bantal. Akhirnya untuk aku hanya bisa menutup mata dan menikmati gelenyar kenikmatan dari setiap remasan tangan kak Heny. “Ah…shhh..kak….!”,

Tanganku perlahan merayap kearah pinggang kak Heny, meremasnya perlahan seiring geliat kenikmatan. Aku semakin berani karena kak Heny tak menolak remasan tanganku dipinggangnya.
Tiba-tiba, “Udah ya…cukup segitu aja !”, tiba-tiba kak Heny menghentikan remasan tanganya.
“Ah kakak !”, aku merintih kecewa, hampir aku melonjak bangun.
“Kenapa ?”, ia menatapku, sebuah senyum seolah menggoda aku yang tengah konak.
“Tanggung…please…!”, aku merintih dan memelas.
“Dasar….”, katanya sambil memijit hidungku.
Tanpa ragu aku melepaskan training yg kukenakan, kemaluanku yg sungguh telah mengeras, mendongak…

Nampak ada rasa jengah pada tatapan kak Heny, aku bangkit dari tidurku, “Please…!”, lalu kuraih tangan kak Heny agar menjamah kemaluanku. Akhirnya tak urung kak Heny menuruti kemauanku.
Kembali kuhempaskan tubuh, lalu menunggu kak Heny melakukan hal yg seharusnya. Tangan lembut dan halus kak Heny menggenggam kemaluanku, nampaknya ia agak ragu, badanku mengerjap sesaat, ketika tangan kak Heny mulai meramas kemaluanku dengan perlahan. Kupenjamkan mata, menikmati setiap kenikmatan yang datang. Semakin lama keinginanku semakin kuat. Aku merintih, mendesah dan sesekali menggeliat.
Remasan tangan kak Heny memang nikmat, namun semakin lama aku menginginkan lebih, lalu aku meraih Hand Body dari sela-sela pinggir springbad, dengan gemetar kusodorkan pada kak Heny.
“Apa ini ?”,

Meski terlihat ragu, perlahan kak Heny meraih Hand Body Lotion, membuka tutupnya, menumpahkannya ditangan kanannya. Lalu ia melumuri kemaluanku. Ahhh..
“Maafin Edi ya kak !”,
“Iya anak nakal !”, katanya. Mungkin seharusnya ia tersenyum tapi aku tidak melihatnya.
“Digimanain ?”, katanya berbisik perlahan.
“Urut aja, keatas dan kebawah, pelan-pelan !”,
“Begini…!”,
“Ya…ah… shhh… kak Heny…!”, akupun tenggelam dan terbuai dalam kenikmatan. Belaian lembut tangan Kak Heny sungguh membuat aku terlena. Dan tanpa kuminta kak Heny telah cukup paham ketika sudah agak mengering dan kesat ditambahkannya lagi cairan Hand Body itu. Ia telah tahu yang kuinginkan. Caranya mengurut dan meremas sungguh sempurna. Aku kemudian hanya bisa pasrah, merintih dan mendesah.
“ssshhhh… kaka…mkasihhhh…. Mmmm shhhhh enak !”,
Aku terus merintih dan merintih. Kak Heny benar-benar memanjakan aku. Ia mengurut dan membelai membuat aku terasa melambung-lambung. Tapi lama kelamaan ada rasa ngilu dikemaluanku. Makin lama makin ngilu.
“kenapa ? udah ?”, kak Heny bertanya ketika tanganku menahan gerakan tanganya yang masih mengurut dan membelai. “Ngilu…!”, kataku berbisik.

Lalu aku bangkit dari tempat tidurku, sehingga kami duduk berdampingan. Kak Heny terlihat berusaha mengelap cairan Hand Body yang berlepotan ditanganya. Trainingku menjadi korban. Tanggung sekalian kotor, akupun mengelap kemaluanku dari cairan handbody. Kami terdiam, beberapa saat.
“Tahu enggak sebenarnya Edi suka pake bantal guling. Seperti Kak Heny !”,
“Apa enaknya…!”, pertanyaan itu seolah terlontar begitu saja.
“Ya enak aja. Gesek-gesek. Sambil membayangkan sedang memeluk kak Heny !”.
“Dasar !”, ia memelintir kupingku.
“kak Heny…!”,
‘Apa..?”,
‘Tanggung nih !”,
“Tanggung apanya ?”,
“Pura-pura jadi bantal guling mau ?”,
“Apalagi nih !”,
“Edi gak tahan nih. Tapi kak Heny gak usah khawatir. Edi gak merusak apapun. Kak Heny tetap berbaju lengkap. Kak Heny hanya berbaring aja. Nanti Edi…!”, kak Heny terdiam tak menjawab.
“Cuma gesek-gesek aja !”, aku kemudian menandaskan.
“Gimana ? kamu ini aneh-aneh aja ?”,
“Berbaring dulu kak Heny-nya. Pokonya aman deh. Edi gak bakalan merusak apapun. Janji !”, kataku sambil setengah mendorong tubuh kak Heny.
Kak Heny tak urung menurut. Ia beringsut keatas spring bad, lalu kubaringkan tubuhnya hingga terlentang.

Dengan bergetar kemudian aku berbaring menyamping. Lalu kakiku menyilang keatas dua kakinya. Selangkanganku kini menempel ke pahanya. Sayang masing terlindung pakaian yang dikenakannya. Tapi lumayan enak. Lalu aku mulai menggesek-gesekan kemaluanku kepaha kak Heny. Rasa nikmat perlahan mengalir seiring gesekan itu. Makin lama makin terasa enak. Tangan kak Heny kupaksa agar mau melingkari pinggangku. Aku terus menggesek dan menggesek. Sesaat aku lepaskan bajuku, aku kini telanjang bulat, menelungkup tubuh kak Heny yang masih terbungkus Langerie…
”shhhh…. Mmmm enak kak. Enak ! shhhhh ahhhh shhh !”, tanpa sadar aku menciumi bahu kak
Heny.

Aku semaki berani karena kak Heny membiarkan aku menciumi pundaknya. Makin lama tubuhku makin bergeser. Tahu-tahu aku kini berada diantara dua paha kak Heny. Kemaluanku menggesek-gesek persis kemaluan kak Heny. Sungguh nikmat. Geletar-geletar birahi makin memuncak. Aku mendesis dan merintih sambil sesekali mendaratkan ciuman ke pundak kak Heny. Lambat laun aku menyadari, setiap aku bergerak dan menggesek, tubuh kak Heny ikut bergerak seirama gerakan tubuhku. Bahkan beberapa kali ia membetulkan posisi pinggangku. Kemaluanku terus menggesek-gesek kemaluan kak Heny. Dan terus bergoyang-goyang berirama.
“Kurang keatas…sakit tahu !”, suara ka Heny terdengar memburu.

Aku menurut. Aku bergerak lebih keatas. Paha kak Heny bergerak seolah memberi ruang agar tubuhku bergerak lebih leluasa.
“Pelan…pelan…”, ia mendesis,
“Enak kak?’, akhirnya kulontarkan pertanyaan itu. Kak Heny terdiam. Namun nafasnya semakin terdengar memburu. Jemari tangannya terasa meremas-remas punggungku.
Tanpa meminta persetujuan aku berusaha meraih celana dalam kak Heny.
“Mau apa ?”,
“Biar gak sakit lepasin aja yah ?”, ia sedikit mempertahankanya.
“Please !”, kataku. Akhirnya kak Heny menurut. Bahkan kakinya bergerak-gerak membantuku melepaskan celana dalam itu. Aku tidak bermaksud menyetubuhi kak Heny. Tidak benar-benar maskudku. Biar bersentuhan lebih dekat aja. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupku. Kemaluanku menempel pada kemaluan wanita. Sungguh sensasinya luar biasa.

Kemaluanku mengarah kebawah, terjepit diantara paha kak Heny. Lalu aku mulai menggesek-kesekanya. Ada sesuatu yang hangat namun basah dibawah sana. Semakin kugesekkan semakin terasa nikmat. Tiba-tiba aku mendengar kak Heny mendesah pelan. Kepalanya mendongak. Kuulangi gerakan dan gesekanku, kembali ia mendesah. Akhirnya kuulangi gesekan diwilayah itu. Aku senang mendengar kak Heny mendesah-desah dan merintih. Kami ternyata berada pada posisi saling berdekapan. Wajah kami begitu dekat. Aku merasakan semburan nafas hangat kak Heny. Dengan lembut kudaratkan bibirku didagunya. Kemudian bergeser, perlahan. Akhirnya bibir kami bertemu.

Bibir kak Heny awalnya diam tak bereaksi ketika bibirku berusaha melumat, tapi lama kelamaan bibir itu membalas lumatan bibirku. Kami berpagutan dan saling melumat. Semakin lama segalanya semakin liar. Aku kini bahkan sudah mengecap, menjilat bahkan setengah menggigit leher kak Heny. Ketika jilatan lidahku menyerang pangkal leher dibawah telinganya, kak Heny mendesah dan merintih. Aku kini benar-benar membuat kak Heny menjadi hilang kesadaran. Ia telah menjadi benar-benar liar. Diarahkannya kepalaku untuk menciumi dadanya. Aku maklum dengan apa yang diinginkan kak Heny. Aku bangit dari cengraman tubuhnya. Lalu dengan gemetar kubuka Langerie yang dikenakan kak Heny. Kemudian Bra yang dikenakannya. Kini tubuh kak Heny tak berbalut selembar benangpun, sebagaimana aku. Tak tahan berlama-lama aku merangkul tubuh kak Heny.

Aku menggumulinya dengan penuh nafsu. Aku jilat setiap inci tubuhnya, semakin kak Heny merintih semakin aku mejilat dan menggigit. Putting susunya bergantian aku lahap. Aku bagai orang yang kesetanan. Tanpa terasa aku mulai menjilati tubuh kak Heny bagian bawah. Bahkan aku kini mulai menciumi pangkal paha dan selangkangannya. Kak Heny merintih dan melenguh. Aku tak tahu bagaimana cara menjilat yang baik dan benar. Pokonya semakin keras rintihan kak Heny semakin lama aku menjilat. Kupingku terasa berdenging dan pekak karena terjepit kedua paha kak Heny. Aku menjilat dan terus menjilat kemaluan kak Heny. Meskipun hidungku mencium aroma yang aneh, dan lidahku mengecap rasa yang aneh pula. Aku terus menjilat. Bahkan bibirkupun mencium bagian-bagian kemaluan kak Heny. Aku bahagia mendengar kak Heny Merintih-rintih dan menjerit. Sampai kemudian kak Heny menarik kepalaku.
“Sudah-sudah ! ngilu !”,
“Ngilu ?”, batinku. Bukanya enak ?

Nafas kak Heny tersengal-sengal. Aku segera mengelap mulutku dengan baju kak Heny, mengusir perasaan tidak nyaman dimulutku. Namun aku masih bernafsu. Ketika aku bermaksud menaiku tubuh kak Heny.
“Tunggu sebentar. Masih ngilu !?”, katanya.
Akhirnya aku hanya dapat menciumi perut dan dada serta payudara kak Heny. Kedua tangan kak Heny membelai-belai rambutku.

Tubuhku perlahan mulai merayap kembali. Masuk kedalam dekapan hangat tubuh kak Heny. Rasa nikmat itu perlahan kembali mengalir. Kemaluan kami kembali bergesekan. Dan aku mulai meracau…
“Jangan !”, kak Heny menahan tubuhku. Aku tak tahan lagi. Aku ingin memasukannya. Aku ingin merasakan terbenam dalam lembah kenikmatan itu.
“Jangaaaaannn… please ! Edi jangan !”, kak Heny memohon ketika aku mencoba dan memaksa untuk kedua kalinya.
“Edi udah gak tahan kak ! gak tahan lagi !”,
“Tapi Edi udah janji, gak bakalan merusak.!”, kak Heny menghiba.
“Edi udah gak tahannnnnn….shhhh !”,
“Kak Heny juga sama. Tapi please jangannnn shhh !”,

Kak Heny berbisik dengan nafas memburu. Aku tak tahan lagi. Namun kemudian otak warasku hadir. Kalau dengan bantal guling saja aku bisa puas, kenapa sekarang enggak.
Aku ambil celana dalam kak Heny, lalu kugunakan untuk menutupi kemaluan kak Heny. “Edi pengen keluar disini, boleh yah !”. setengah memohon aku berbisik.
Karena tak dilarang segera aku memposisikan kemaluanku. Mengarah kebawah dan terjepit paha kak Heny. Kedua Kemaluan kami hanya dipisah selembar celana dalam. Dan aku kemudian mulai menggesek. Mencari sensasi kenikmatan itu. Aku menggesek dan menggesek. Tak beberapa lama, gelombang kenikmatan itu datang. Cratt cratt…..

Aku terkapar diatas tubuh kak Heny. Terdiam beberapa saat, sebelum kak Heny mendorong tubuhku yang menindih tubuhnya. Aku terbaring ke samping. Ingin rasanya aku memeluk kak Heny berlama-lama. Tapi kak Heny buru-buru bangkit. Dikenakannya Langerie-nya kembali. Lalu bergegas ia keluar dari kamarku. Celana dalamnya yang basah berlumuran ditinggalkannya !

Sejak saat itu, rahasia dirumah ini bertambah, sampai sekarang kami terus melakukanya, tidak terlalu sering memang, namun ketika aku menginginkan atau ketika kak Heny “kepengen” (begitulah istilah kak Heny), maka kami akan melakukannya. Didapur, dikamar mandi, diruang tengah, bahkan diruang tamu. Satu hal yang tetap kami jaga, kami tidak benar-benar bercinta, sungguh akupun komit dengan janjiku, aku teramat menyayangi kak Heny, aku tak ingin merusaknya, semua yang kuperoleh telah lebih cukup bagiku. Dan mudah-mudahan akan tetap saperti itu.

Bagaimana Dengan Cerita Nya? Menarik Bukan Karena Di Sini Kita Bisa Ikut Merasakan Rasa Nya Melalui Cerita Dewasa Nya Ini.Oleh Karena Ini Jangan Lupa Untuk Di Simak Cerita Hot Lainnya Di Bawah Ini :

Related Posts:

0 Response to "Rahasia Kakak Ku Yang Ternyata Seorang Lesbian"

Posting Komentar